Sejarah Benteng Somaba Opu dan Benteng Rotterdam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benteng Somba Opu dibangun oleh Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa‘risi‘ Kallonna pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa.
Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum bersejarah.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum bersejarah.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng
ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja
Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu
padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi
Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu
pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama
asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang
Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang
merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo
akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya
mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda.
Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang
diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama
Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng
ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan
rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Di
kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di
dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar
(Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan.
Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu
objek wisata di Kota Makassar.
B. Permasalahan
1. Bagaimana sejarah Benteng Somba Opu?
2. Bagaimana sejarah Museum Karaeng Pattingalloang?
3. Apa saja koleksi Museum Karaeng Pattingalloang?
4. Bagaimana sejarah Benteng Ujung Pandang?
5. Bagaimana sejarah Museum La Galigo?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah Benteng Somba Opu
2. Untuk mengetahui sejarah Museum Karaeng Pattingalloang
3. Untuk mengetahui koleksi dari Museum Karaeng Pattingalloang
4. Untuk mengetahui sejarah Benteng Ujung Pandang
5. Untuk mengetahui sejarah Museum La Galigo
6. Untuk memenuhi tugas penelitian Budaya-budaya daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. BENTENG SOMBA OPU
1. Sejarah Benteng Somba Opu
Benteng
Somba Opu adalah benteng utama Kerajaan Gowa. Didirikan atas perintah
raja Gowa IX , Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna. Untuk memmbentengi kota
Somba Opu dengan dinding tanah liat. Pembangunan itu dilanjutkan oleh
Sultan Hasanuddin dan raja-raja sesudahnya. Sehimgga Benteng Somba Opu
menjadi sebuah benteng yang sangat kuat.
Benteng somba opu berbentuk segi empat, tiap sisinya berykuran kurang lebih 2 kilo meter dengan tinggi 7-8 meter, tebalnya rata-rata 12 kaki. Terdapat 4 buah selokoh berbentuk setengah lingkaran untuk menempatkan senjata-senjata berat, seperti meriam. Sebuah selokoh paling besar terdapat pada sudut barat laut yang diberi nama Baluwara Agung. Di Baluwara Agung inilah di tempatkan meriam besar yang dimiliki oleh Kerajaan Gowa yang dikenal dengan nama Meriam Anak Makassar.
Benteng somba opu berbentuk segi empat, tiap sisinya berykuran kurang lebih 2 kilo meter dengan tinggi 7-8 meter, tebalnya rata-rata 12 kaki. Terdapat 4 buah selokoh berbentuk setengah lingkaran untuk menempatkan senjata-senjata berat, seperti meriam. Sebuah selokoh paling besar terdapat pada sudut barat laut yang diberi nama Baluwara Agung. Di Baluwara Agung inilah di tempatkan meriam besar yang dimiliki oleh Kerajaan Gowa yang dikenal dengan nama Meriam Anak Makassar.
Serangan
Belanda di bawah pimpinan C.J. Speelma pada tanggal 15 Juni 1669
terhadap Benteng Somba Opu menyebabkan terjadinya perang besar antara
Kerajaan Gowa dengan Belanda. Kmudian pada tanggal 24 Juni 1669, Benteng
Somba Opu akhirnya benar-benar jatuh ke tangan Belanda dan oleh
Speelman , Benteng Somba Opu dihancurkan dengan ribuan pon bahan
peledak.
Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum bersejarah.
Ilmuwan
Inggris, William Wallace, menyatakan, Benteng Somba Opu adalah benteng
terkuat yang pernah dibangun orang nusantara. Benteng ini adalah saksi
sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta rakyatnya mempertahankan
kedaulatan negerinya.
Pernyataan
Wallace bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu,
akan segera terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem
pertahanan yang sempurna pada zamannya. Meski terbuat dari batu bata
merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah terbayangkan betapa
benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan.
Ada tiga bastion yang masih terlihat
sisa-sisanya, yaitu bastion di sebelah barat daya, bastion tengah, dan
bastion barat laut. Yang terakhir ini disebut Buluwara Agung. Di bastion
inilah pernah ditempatkan sebuah meriam paling dahsyat yang dimiliki
orang Indonesia. Namanya Meriam Anak Makassar. Bobotnya mencapai 9.500
kg, dengan panjang 6 meter, dan diameter 4,14 cm.
Sebenarnya, Benteng Somba Opu sekarang
ini lebih tepat dikatakan sebagai reruntuhan dengan sisa-sisa beberapa
dinding yang masih tegak berdiri. Bentuk benteng ini pun belum diketahui
secara persis meski upaya ekskavasi terus dilakukan. Tetapi menurut
peta yang tersimpan di Museum Makassar, bentuk benteng ini adalah segi
empat.
Di beberapa bagian terdapat patok-patok
beton yang memberi tanda bahwa di bawahnya terdapat dinding yang belum
tergali. Memang, setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Gowa yang
dipimpin Sultan Hasanuddin, Belanda menghancurkan benteng ini. Selama
ratusan tahun, sisa-sisa benteng terbenam di dalam tanah akibat naiknya
sedimentasi dari laut.
Secara arsitektural, begitu menurut peta
dokumen di Museum Makassar, benteng ini berbentuk segi empat dengan luas
total 1.500 hektar. Memanjang 2 kilometer dari barat ke timur.
Ketinggian dinding benteng yang terlihat saat ini adalah 2 meter. Tetapi
dulu, tinggi dinding sebenarnya adalah antara 7-8 meter dengan
ketebalan 12 kaki atau 3,6 meter.
Benteng Somba Opu sekarang ini berada di
dalam kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan. Wisatawan dapat
menikmati bentuk-bentuk rumah tradisional Sulawesi Selatan seperti rumah
tradisional Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar tak jauh dari benteng.
2. Museum Karaeng Pattingalloang
Museum
yang terletak di dalam kawasan Benteng Somba Opu ini didirikan pada
tahun 1992 untuk melengkapi Taman Miniatur Sulawesi Selatan yng diberi
nama Museum Karaeng Pattingalloang, diambil dari nama salah seorang
tokoh cendikiawan Kerajaan Gowa.
Karaeng Pattingalloang lahir pad tahun 1600 bernama lengkap “I mangadacinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud”, putra Raja Tallo “I Mallingkaaang Daeng Nyonri Karaeng Matowaya. Ia pernah menjabat sebagai pelaksana Raja Tallo, karena I Mappaijo Daeng Manyuru yang diangkat sebagai Raja Tallo baru berusia 1 tahun.
Karaeng Pattingalloang lahir pad tahun 1600 bernama lengkap “I mangadacinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud”, putra Raja Tallo “I Mallingkaaang Daeng Nyonri Karaeng Matowaya. Ia pernah menjabat sebagai pelaksana Raja Tallo, karena I Mappaijo Daeng Manyuru yang diangkat sebagai Raja Tallo baru berusia 1 tahun.
Karaeng
Pattingalloang menjabat Mangkubumi Kerajaan Gowa pada tahun 1639-1654,
mendampingi Sultan Malikussaid yang memerintah pada tahun 1639-1654.
Karaeng
Pattingalloang adalah putra Gowa yang kecakapannya melebihi orang-orang
Bugis-Makassar pada umumnya. Dalam usia 18 tahun, ia telah menguasai
banyak bahasa asing, seperti: bahasa Latin, bahasa Yunani, Itali,
Prancis, Belanda, Arab, dan beberapa bahasa asing lainnya.
Selain
itu Karaeng Pattingalloang juga memperdalam ilmu falak. Pemerintah
Hindia Belanda melalui wakilnya di Batavia pernah menghadiahi Karaeng
Pattingalloang sebuah Globe “Bula Dunia” pada tahun 1652 yang khusus
dibuat di Belanda.
Beliau
juga seorang saudagar, ia bersama Sultan Malikussaid berkongsi dengan
pengusaha besar Pedro Ia Mata, konsultan dagang Spanyol di Bandar Somba
Opu, serta seorang pelaut ulung Potugis Fransisco Viera de Fihgeiro
untuk berdagang dalam negeri.
Karaeng
Pattingalloang adalah tokoh cendikiawan dan negarawan Kerajaan Gowa di
masa lalu. Beliau wafat pada 17 September 1654. Ia pernah berpesn kepada
generasi yang ditinggalkan unuk menjaga lima hal yang dapat menyebabkan
runtuhnya suatu negeri yang besar, yaitu:
ð Punna taenamo naero nipakainga’ Karaeng Manggauka
“Apabila Raja yang sedang bertahta tidak mau dinasehati lagi”
ð Punna taenamo tu mangngasseng ri lalang pa’rasanganga
“Apabila tidak ada lagi orang cerdik-pandai di dalam negeri
ð Punna majai gau’ lompo ri lalalng pa rasanganga
“Apabila sering terjadi huru-hara di dalam negeri
ð Punna angngallengasemmi soso’ pabbicaraya
“Apabila para penegak hukum sudah menerima suap”
ð Punna taenamo nakamaseyangngi atanna Karaeng Manggau’ka
“Apabila Raja yang sedang berkuasa sudah tidak lagi mengasihi rakyatnya”
3. Beberapa Koleksi Museum Karaeng Pattingalloang
Koleksi
Museum Karaeng Pattingalloang sebaguan besar diperoleh melalui
ekskavasi penyelamatan Benteng Somba Opu pada tahun 1989, sebelum
direvitalisasi menjadi Taman Miniatur Sulawesi Selatan. Koleksi-koleksi
tersebut berupa material batu bata yang digunakan dalam pembangunan
Benteng Somba Opu, fragmen porselin, fragmen gerabah, alat upacara,
replica senjata tradisinal yang digunakan dalam upacara kerajaan dan
pakaian adat empat etnik di Sulawesi Selatan dan Barat serta koleksi
mata uang kuno yang pernah berlaku di Indonesia (Neumismatik).
a. Koleksi Material Batu Bata
a. Koleksi Material Batu Bata
b. Koleksi Fragmen Porselin
c. Koleksi fargmen Gerabah
d. Koleksi Alat Upacara
e. Replika Senjata Tradisional
f. Koleksi Mata Uang
g. Pakaian Adat Empat Etnik
B. BENTENG UJUNG PANDANG (FORT ROTTERDAM)
1. Sejarah Benteng Ujung Pandang
Benteng
Ujung Pandang dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matare Karaeng
Manguntungi Tumapa’risi’ Kallonna dan diselesaikan oleh putranya Raja
Gowa X Imanriogau Bontokaraeng lakiung Tonipallangga Ulaweng dengan
konstruksi tanah liat pada tahun 1545. Atas perintah Raja Gowa XIV
Imangerangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin) pada tahun 1634 tembok
benteng diperbaiki dan menambah material batu karang, batu padas, dan
batu bata menggunakan kapur dan pasir sebagai perekat.
Benteng
Ujung Pandang terletak sebelah utara Benteng Somba Opu di wilayah
kelurahan Kampung Baru Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar, dengan
letak astronomis 508,3 lintang selatan dan 119 24,17 bujur timur dengan
ketinggian 0,5 meter di atas permukaan laut.
Luas Benteng Ujung Pandang adalah 28.595,55 meter bujur sangkar, dengan ukuran panjang setiap sisi berbeda, serta tinggi dinding berfariasi antara 5-7 meter dengan ketebalan 2 meter.
Luas Benteng Ujung Pandang adalah 28.595,55 meter bujur sangkar, dengan ukuran panjang setiap sisi berbeda, serta tinggi dinding berfariasi antara 5-7 meter dengan ketebalan 2 meter.
Benteng Ujung Pandang mempunyai lima buah sudut (Bastion), yaitu:
v Bastion Bone terletak di sebelah barat
v Bastion Bone terletak di sebelah barat
v Bastion Bacam terletak di sudut barat daya
v Bastion Butan terletak di sudut barat laut
v Bastion Mandarsyah terletak di sudut timur laut
v Bastion Amboina terletak di sudut tenggara
2. Nama-Nama Benteng Ujung Pandang
" Benteng Ujung Pandang karena letaknya di ujung atau tanjung yang banyak ditumbuhi pohon pandan.
" Benteng Ujung Pandang karena letaknya di ujung atau tanjung yang banyak ditumbuhi pohon pandan.
" Benteng Panynyua karena bentuknya seperti Penyu yang sedang merayap ke laut.
" Fort
Rotterdam, nama yang diberikan oleh Belanda setelah menaklukkan Sultan
Hasanuddin. Nama ini sesuai dengan kota kelahiran Cornelis Speelman di
negeri Belenda.
" Kota Towaya, bahasa Makassar ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan di masa lalu.
3. Fungsi Benteng Ujung Pandang
! Sebagai Benteng Kerajaan Gowa
! Sebagai Benteng Kerajaan Gowa
! Sebagai Benteng Pertahana Belanda
4. Sejarah Museum La Galigo
Museum
bersejarah yang terdapat di kota Makassar, Sulawesi Selatan ini diberi
nama “La Galigo” atas saran seorang seniman, karena nama ini sangat
terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah salah
satu putra Sawerigading Opunna Ware, seorang tokoh masyhur dalam
mitologi Bugis, dari perkawinannya dengan We Cudai Daeng Risompa dari
Kerajaan Cina Wajo. Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Pajung
Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu pada abad ke-14.
La Galigo juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa Bugis yang terkenal dengan nama Sure’ La Galigo, dengan panjang 9.000 halaman, dan La Galigo sendiri dianggap sebagai pengarangnya (studi mengungkapkan kemungkinan penulisnya adalah perempuan bangsawan). Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang Sulawesi Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan, keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Pada masa dahulu naskah atau Sure’ yang dipandang suci ini disakralkan dan hanya dapat dibaca pada waktu-waktu tertentu sambil dilagukan.
La Galigo juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa Bugis yang terkenal dengan nama Sure’ La Galigo, dengan panjang 9.000 halaman, dan La Galigo sendiri dianggap sebagai pengarangnya (studi mengungkapkan kemungkinan penulisnya adalah perempuan bangsawan). Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang Sulawesi Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan, keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Pada masa dahulu naskah atau Sure’ yang dipandang suci ini disakralkan dan hanya dapat dibaca pada waktu-waktu tertentu sambil dilagukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benteng Somba Opu dibangun oleh Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa‘risi‘ Kallonna pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng
ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX yang bernama I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja
Gowa ke XIV Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti dengan
sedimen endesit.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan kita semua dapat mencintai dan
melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah khususnya Benteng Somba Opu
dan Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) yang pada saat ini menjadi
salah satu potensi wisata sejarah yang terabaikan.
Dan
juga diharapakan kepada Pemerintah agar tidak tinggal diam dan ikut
ambil andil dalam pelestarian keduanya agar situs-situs sejarah ini
tidak terabaikan. Dan diharapkan ke depan situs-situs sejarah ini dapat
menjadi objek wisata sejarah yang terkenal di kanca Nasional dan
Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Pegelola Benteng Somba Opu, UPTD, 2012. Museum Karaeng Pattingalloang Benteng Somba Opu. Makassar: DISBUDPAR Provinsi Sulawesi selatan.
Pengelola Museum La Galigo, 2012. Manusia Sepanjang Sejarah: Manusia dan Kebudayaannya, Sejarah Benteng Ujung Pandang, Koleksi Sejarah. Makassar: Museum La Galigo.
Tuk Penulis...., adakah literatur yg dapat dipedomani kata "SOMBA OPU" berasal dari bahasa apa dan kenapa memakai nama itu...., pakah ada kaitannya (bahasa) dg daerah2 lain., seperti Buton (Cia-Cia), Maluku (Alifuru)., dll.....,
BalasHapus