This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 22 Januari 2013

Puting Beliung Terjang Pinrang, 1 Meninggal dan 697 Rumah Rusak

Puting Beliung Terjang Pinrang, 1 Meninggal dan 697 Rumah Rusak


  Elshinta - Newsroom, Bencana angin puting beliung kembali menerjang 11 kecamatan di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan pada Senin (7/1) malam tadi. Peristiwa terjadi sekitar pukul 21.00 WITA.

Akibatnya, satu orang meninggal dunia, satu orang luka ringan dan sebanyak 697 rumah rusak.

Demikian disampaikan Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam pesan singkatnya, Selasa (8/1).

Korban meninggal diketahui bernama Suryani (40), warga Kecamatan Tempa, Kabupaten Pinrang. Korban meninggal dunia akibat tertimpa pohon tumbang.

Sementara untuk kerusakan rumah sebagai berikut:
- Di Kecamatan Wakasawito sebanyak 66 rumah rusak
- Di Kecamatan Materobulu 50 rumah rusak
- Di Kecamatan Tiroang 135 ruamah rusak
- Di Kecamatan Tempa 131 rumah rusak
- Di Kecamatan Matero Sempa 101 rumah rusak
- Di Kecamatan Panua 47 rumah rusak
- Di Kecamatan Ranriskan 83 rumah rusak
- Di Kecamatan Kecamatan Patapanua 41 rumah rusak
- Di Kecamatan Lembang 25 rumah rusak
- Di Kecamtaan Paletea 16 rumah rusak
- Di Kecamatan Tupa 2 rumah rusak

Sutopo memastikan BPBD Kabupaten Pinrang telah berada di lokasi untuk melakukan penanganan darurat. BPBD berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Sulsel, SKPD terkait, TNI, Polri dan warga setempat untuk membersihkan material akibat puting beliung.

Warga saat ini telah mengungsi ke rumah kerabat dekat. Sedangkan warga yang meninggal telah diserahkan ke rumah saudaranya oleh BPBD Kabupaten Pinrang. Untuk pendataan masih dilakukan.

Sebelumnya, bencana puting beliung telah beberapa kali terjadi di Kabupaten Pinrang, seperti pada pada 1 Februari 2012 lalu, yang menyebabkan 133 rumah rusak, serta beberapa kejadian pada bulan Maret 2012, Oktober 2012 dan Desember 2012 yang menyebabkan banyak rumah rusak.

Saat ini puting beliung menjadi jenis bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia. Selama 2012, data sementara terdapat 259 kejadian puting beliung, atau 36 persen dari total 729 kejadian bencana yang ada di Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan angin puting beliung pun cukup besar. Tercatat 36 orang meninggal, 27.254 orang mengungsi, 3.885 rumah rusak berat, 1.968 rumah rusak sedang, dan 12.737 rumah rusak ringan. (der)

rusuh lapas salemba, dua orang luka parah

Rusuh Lapas Salemba, Dua Orang Luka Parah

TEMPO.CO, Jakarta--Dua anggota penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) yakni Robin dari blok S dan Badri, dari blok C mengalami luka parah  setelah bentrokan yang berlangsung sore tadi. "Kondisi keduanya cukup kritis dan sudah ditangani klinik lapas," ujar salah sumber yang enggan disebutkan namanya, Senin, 21 Januari 2013.

Sore tadi, bentrokan sesama penghuni lapas kembali meledak. Blok S dan C yang terkenal musuh bubuyutan di lokasi lapas Salemba, saling melakukan penyerangan, Akibatnya dua warga dari masing-masing blok menjadi korban. "Keduanya terkena luka tusuk dibagian perut," ujar sumber tadi.

Bentrokan dipicu masalah sepele akibat kecemburuan sesama blok terhadap perlakukan istimewa yang diberikan petugas terhadap blok S yang merupakan kelompok Ambon atau yang biasa dikenal batak di lokasi lapas. Dengan perlakukan itu, blok S kerap melakukan intimidasi terhadap kelompok lain. "Mereka terkenal kerap berbuat onar," ujarnya.

Saat bentrokan, blok S pertama kali melakukan penyerangan terhadap blok C yang didominasi napi asal Palembang, Surabaya dan Jakarta Barat. Dalam bentrokan itu, Badri mengalami luka serius dibagian perut akibat penusukan, sementara saat penyerangan susulan yang dilakukan blok C, Robin, menjadi korban di kelompok Ambon, setelah salah satu sabetan benda tajam menghujani perutnya. "Kejadiannya cukup mencengangkan, mereka saling serang tanpa ada petugas yang mencegah," kata sumber itu.

Hingga malam ini lanjut sumber itu, kondisi lapas Salemba masih mencekam, kedua blok masih berjaga-jaga di kelompoknya masing-masing, sementara petugas jaga nampak lalu lalang di beberapa blok lapas untuk melakukan penjagaan. "Saya harap kedepannya ada roling dari blok S sehingga mampu berbaur dengan warga lainnya," kata sumber itu.

JAYADI SUPRIADIN

jokowi

Jokowi: Jakarta Tidak Seseram Bayangan Saya

TEMPO.CO , Jakarta:Sejak menjabat Gubernur Jakarta pada 15 Oktober 2012, semua orang berharap Joko Widodo seperti tukang sulap: bisa dan segera menyelesaikan problem utama kota ini yakni macet dan banjir. Ia memang bergerak cepat. Seperti tak pernah capek, hampir setiap hari ia blusukan ke kampung-kampung.

Tapi tak semua soal bisa diputuskan cepat. Jokowi mewarisi Jakarta yang, dalam istilahnya, “sudah jalan setengah main”. Ia harus pintar bersiasat membuat kebijakan tanpa menabrak aturan. Selama satu jam ia menjawab pertanyaan wartawan Tempo yang bertubi-tubi mengorek kebijakannya.

Dalam wawancara khusus , Jokowi mengatakan Jakarta tak seperti bayangannya. “Dulu bayangannya seram. Jakarta seperti rimba belantara, banyak mafia,” kata Jokowi. “Setelah di sini ternyata lebih ringan ketimbang di Solo," katanya. Lho kok bisa?  "Di sini, masyarakat dan media memback-up saya.”

Baca wawacara lengkapnya di Majalah Tempo edisi 21-27 Januari 2013.

TIM TEMPO

Senin, 14 Januari 2013

DAMPAK GLOBALISASI PADA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA

DAMPAK GLOBALISASI PADA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA


Menutup abad ke-20 globalisasi industri telah membawa dampak yang luar biasa pada perkembangan sosial ekonomi maupun fisik kota dan wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri dan permukiman-permukiman baru, sebagai konsekuensi kian meningkatnya penanaman modal, khususnya modal asing, dalam sektor-sektor industri, jasa, dan properti. Hal ini sangat mudah dimengerti karena industri manufaktur maupun properti keberadaannya sangat mengelompok di kota-kota besar dan wilayah sekitarnya, karena fasilitas-fasilitasnya berada di sana. 

Akibatnya kota-kota besar di Jawa, seperti Jabotabek, Gerbang kertasusila dan Bandung Raya, mengalami perkembangan yang luar biasa. Mudah pula dimengerti kalau secara fisik perkembangan yang terjadi adalah pada bagian tepi (outskirts) kotakota besar tersebut, karena faktor ‘kemudahan’ dalam memperoleh lahan yang lebih murah.

Kawasan pusat kota secara besar-besaran juga mengalami pergeseran fungsi, dari pusat industri manufaktur menjadi pusat kegiatan bisnis, keuangan dan jasa. Industri manufaktur bergeser ke arah tepi kota. Permukiman di pusat kota beralih fungsi menjadi kawasan bisnis, supermall, perkantoran dan sebagainya, sedangkan permukiman begeser ke arah pinggir kota. Namun demikian perlu dicatat bahwa perkembangan kegiatan industri di tepi kota-kota besar merupakan industri yang bersifat footloose, yakni jenis industri yang keterkaitannya dengan bahan baku lokal serta perekonomian lokal sangat lemah, misalnya industri-industri barang elektronik, garmen, sepatu dan sebagainya, dimana bahan bakunya dipasok dari luar negeri. Keterkaitan dengan ekonomi lokal hanya sebatas penyediaan tenaga kerja murah.

Tidak mengherankan pula kalau arus migrasi menuju kotakota besar semakin meningkat, terutama buruh wanita yang bekerja di industri-industri tersebut, yang pada gilirannya menyebabkan pertambahan pesat penduduk di kota-kota tersebut, terutama di bagian tepinya (Firman, 2003). Untuk kasus Jabotabek, hal tersebut ditunjukkan dengan sangat tingginya laju pertambahan penduduk di kabupaten dan kota sekitar Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, dan Depok. Sementara itu pertambahan penduduk di Kota Jakarta sendiri relatif sangat kecil, bahkan Sensus Penduduk 2000 memperlihatkan bahwa laju pertambahan penduduk wilayah Jakarta Pusat selama kurun 1990-2000 menunjukkan angka yang negatif (BPS, 2000).

Fenomena tata ruang lainnya yang dapat diobservasi saat itu bahkan hingga kini adalah konversi lahan pertanian subur di pinggiran kota menjadi kawasan industri dan permukiman baru. Hal ini terjadi pada skala besar-besaran dan tidak terkontrol, sementara rencana tata ruang wilayah hanya sebagai macan kertas. Konversi ini bahkan terjadi di kawasan yang berfungsi lindung, seperti Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) dan Bandung Utara. Rencana tata ruang dalam kenyataannya sangat dikendalikan oleh para developer, yang hanya beorientasi pada bisnis lahan ketimbang pengembangan tata ruang wilayah. Pada saat itu pemerintah kota dan kabupaten maupun badan Pertanahan nasional (BPN) seolah-olah tidak berdaya menghadapi tekanan dari developer. Suatu contoh adalah rencana pengembangan permukiman yang kontroversial di Jonggol, yang direncanakan untuk menjadi pusat pemerintahan nasional. Namun demikian, pada akhirnya rencana kontroversial ini dibatalkan pemerintah.

Wujud tata ruang perkembangan wilayah dan kota di Jawa ditandai dengan semakin intensifnya hubungan kota-desa. Perbedaan kota dan desa secara fisik semakin tidak jelas. Demikian juga kegiatan sosio-ekonomi masyarakat perdesaan tidak selalu indentik dengan agraris (pertanian), tapi sudah merupakan suatu campuran dengan kegiatan bukan pertanian. Kehidupan masyarakat perdesaan juga diwarnai dengan semakin berkembangnya kegiatan off-farm employment. Hal ini dikarenakan semakin terbukanya kesempatan-kesempatan kerja di luar pertanian, sementara sempitnya lahan pertanian yang mereka miliki tidak memungkinkan dijadikan sebagai gantungan kehidupan sepenuhnya.

Dapat pula diamati bahwa perkembangan sosioekonomi serta fisik kawasan-kawasan tepi kota telah membentuk kecenderungan perkembangan sabuk (belt) wilayah perkotaan yang menghubungkan kota-kota besar, seperti misalnya sabuk Jakarta-Bandung; Semarang-Solo-Yogyakarta; Semarang-Surabaya dan lainnya. Perkembangan ini berjalan seolah tanpa kendali, karena memang rencana tata ruang hampir-hampir tidak berdaya mengendalikannya.

Di wilayah luar Jawa yang menonjol adalah perkembangan wilayah Pulau Batam yang melaju pesat. Tidak mengherankan hal ini terjadi, karena Batam merupakan bagian dari Segitiga Pertumbuhan Sijori (Singapura-Johor-Riau). Kelangkaan lahan di Singapura, menyebabkan investor menanamkan investasinya di Batam. Proses ini ditunjang kerja sama Singapura, Malaysia dan Indonesia. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan Batam berkembang menjadi suatu konsentrasi kegiatan industri di luar Pulau Jawa. Sementara itu, Batam juga mengalami laju pertumbuhan penduduk pesat, yakni 15,6% per tahun dalam kurun waktu tahun 1990-2000 (Badan Pusat Statistik, 2000), karena derasnya laju pendatang yang tertarik kesempatan kerja di sana, terutama dari Pulau Jawa. Hal ini merupakan salah satu penyebab munculnya berbagai masalah perkotaan di Batam, seperti rumah liar (ruli), kriminalitas dan lainnya.

Wilayah di luar Jawa yang menonjol perkembangnnya adalah Kalimantan Timur, yang tumbuh karena potensi minyak, gas bumi serta kayu (timber). Proporsi jumlah penduduk perkotaan, sering disebut tingkat urbanisasi, propinsi ini mencapai 57,6% pada tahun 2000 (BPS, 2000), suatu tingkat yang tinggi dibanding propinsi lain, kecuali DKI Jakarta. Sementara itu, laju kenaikan penduduknya mencapai 2,74% per tahun pada kurun waktu tahun 1990-2000, suatu angka yang tinggi bila dibanding laju kenaikan penduduk Indonesia keseluruhan sebesar 1,35% per tahun. Hal ini mencerminkan berkembangnya kegiatan ekonomi pada sektor minyak dan gas bumi, serta sumberdaya mineral, yang pada dasarnya digerakkan investasi dari luar negeri. Ini pun mencerminkan bagaimana aliran investasi, sebagai bagian dari globalisasi, mempengaruhi perkembangan di Propinsi tersebut, dan tata ruang nasional. Perkembangan ini pada gilirannya telah mendorong pertumbuhan kota Balikpapan dan Samarinda.

Propinsi lain yang berkembang pesat karena dampak global, antara lain, Bali dan Sumatera Utara. Bali yang merupakan salah satu pusat tourisme dunia, telah mencapai tingkat urbanisasi hampir 50% pada tahun 2000, yang berarti dalam sekitar setengah penduduk Bali bermukim di kawasan yang dikategorikan sebagai urban. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung yang merupakan lokasi perhotelan dan kegiatan pariwisata lainnya mencapai 2,77% per tahun selama kurun waktu tahun 1990-2000. Perkembangan kegiatan ekonomi di Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata. Jelas bahwa setiap goncangan yang berdampak pada pariwisata, seperti misalnya terorisme atau wabah penyakit, berdampak pada perkembangan ekonomi di Bali. Contohnya, peristiwa Bom Bali 12 Oktober 2002 berdampak buruk pada perekonomian Bali. Sementara itu, Propinsi Sumatera Utara perkembangan ekonominya ditunjang potensi perkebunan, khususnya kelapa sawit.

Propinsi yang berada di perbatasan juga memiliki potensi memanfaatkan dampak positif globalisai, seperti misalnya Propinsi Kalimantan Barat, yang berbatasan dengan Malaysia, serta Propinsi Sulawesi Utara yang berbatas dengan Filipina. Namun demikian hingga saat ini tampaknya dampak-dampak tersebut belum bekerja penuh. Beberapa Propinsi lain yang berbatasan dengan Malaysia dan Thailand pernah direncanakan dikembangkan melalui kerjasama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Philippines-East ASEAN Growth Area), pada pertengahan tahun 1990-an, namun kemudian tidak terealisasi dengan baik karena berbagai kendala, terutama sejak krisis ekonomi melanda Asia.

Demikian pula kerjasama interregional lintas batas negara, juga pernah dilakukan untuk Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Area (IMT-GT). Daerah-daerah yang terlibat dalam kerja sama ini adalah Propinsi yang terletak di Sumatera bagian utara, yang meliputi, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Aceh. Namun demikian, saat ini, kerja sama terkendala krisis ekonomi yang belum pulih hingga pertengahan tahun 2003.

Konsep Pengelolahan Persampahan

Konsep Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan sampah terdiri dari beberapa proses yang biasanya dimulai dari proses pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan dan pengangkutan sampah, pengolahan atau pemrosesan sampah (bisa dengan daur ulang sampah yang dapat di daur ulang) hingga akhirnya pada tahapan pembuangan akhir sampah. Istilah pengelolaan sampah pada dasarnya dimaksudkan terhadap sampah yang dikelola yang berguna agar dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan sekitar, kesehatan, estetika lingkungan serta memberikan kenyamanan.

Pengelolaan sampah dapat juga berguna untuk memperbaiki kondisi sumber daya alam yang biasanya dapat mengalami kerusakan karena banyaknya sampah, atau untuk menghemat penggunaan sumber daya alam apabila sampah yang ada di daur ulang. Proses pengelolaan sampah terhadap masing-masing jenis zat (cair, padat dan gas maupun radioaktif) biasanya berbeda-beda  tergantung dari setiap wujud zat tersebut. Pengelolaan sampah juga dapat dibedakan antara pengelolaan sampah di perkotaan dan pengelolaan sampah di daerah pedesaan, berbeda juga pengelolaan sampah di suatu negara yang sudah sangat maju dengan negara berkembang atau negara tertinggal, serta juga berbeda antara sampah pada kawasan industri dengan rumah sakit, atau dengan permukiman. Sampah - sampah berbahaya yang biasanya berasal dari kawasan industri atau rumah sakit biasanya di kelola oleh industri atau rumah sakit tersebut, sedangkan untuk kawasan permukiman biasanya dikelola oleh pemerintah setempat.
Dari kegiatan pengelolaan sampah tersebut, sebenarnya memiliki tujuan khusus yaitu agar membuat sampah yang ada dapat memiliki nilai ekonomis serta menjadi suatu benda yang tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Sedangkan untuk metode pengelolaan sampah sendiri biasanya tergantung dari beberapa faktor yaitu luasan lahan, jenis tanah yang ada, jenis zat dari sampah yang akan dikelola tersebut serta beberapa faktor lainnya.
Metode-Metode yang biasanya sering digunakan dalam pengelolaan sampah yaitu sebagai berikut :
1. Pembuangan terbuka (Open Dumping)
Diantara beberapa cara pengelolaan sampah yang akan dijabarkan, pembuangan terbuka merupakan pengelolaan sampah yang paling sederhana, yaitu dengan cara mengumpulkan sampah yang ada pada suatu tempat yang telah disiapkan. Kelebihan serta kekurangan dari cara pengelolaan sampah dengan cara pembuangan terbuka adalah sebagai berikut :
  • Kelebihan
    • Investasi awal serta biaya operasional yang relatif rendah;
    • Tidak membutuhkan peranan teknologi yang tinggi;
    • Dapat menampung berapapun sampah yang ada tergantung dari luasan lahan;
    • Tidak perlu mengumpulkan secara terpisah;
    • Tempat pembuangan sampahnya masih dapat digunakan untuk kepentingan lainnya misalnya lapangan, tempat parkir dan sebagainya.
  • Kekurangan
    • Menimbulkan pencemaran lingkungan yang cukup besar;
    • Pilihan lokasi pembuangannya harus jauh dari kawasan permukiman serta kegiatan-kegiatan perkotaan lainnya yang berakibat tingginya biaya transportasi yang perlu dikeluarkan;
    • Kebutuhan akan lahan yang cukup besar;
    • Lokasi pembuangan sampah yang digunakan dimanfaatkan lebih lama disebabkan sampah yang ada tidak dipadatkan terlebih dahulu.
2. Penimbunan Saniter (Sanitary Landfill)
Berbeda dengan pembuangan terbuka, cara pengelolaan sampah penimbunan saniter lebih sedikit mengakibatkan tercemarnya lingkungan dikarenakan sampah yang ada dipadatkan terlebih dahulu sebelum ditimbun dengan tanah. Kelebihan dan kekurangan pengelolaan sampah dengan cara penimbunan saniter adalah sebagai berikut :
  • Kelebihan
    • Tidak membutuhkan peranan teknologi yang tinggi;
    •  Investasi awal serta biaya operasional yang relatif rendah;
  • Kekurangan
    • Pilihan lokasi pembuangannya harus jauh dari kawasan permukiman serta kegiatan-kegiatan perkotaan lainnya yang berakibat tingginya biaya transportasi yang perlu dikeluarkan;
    • Seperti pembuangan terbuka, pengelolaan dengan cara ini juga memerlukan lahan yang luas;
    • Pencemaran terhadap air tanah jauh lebih besar dibandingkan dengan pembuangan terbuka, oleh karena itu pemilihan lokasi sedapat mungkin yang jauh dari kemungkinan mencemari air tanah;
3. Pembuatan Kompos (Composting)
Pembuatan kompos dapat dikatakan juga dengan "daur ulang", akan tetapi penggunaannya sudah berubah dari kebutuhan sebelumnya menjadi pupuk untuk tanaman. Kelebihan dan kekurangan pengelolaan sampah dengan cara pembuatan kompos adalah sebagai berikut :
  • Kelebihan
    • Penggunaan lahan yang jauh lebih sempit dibandingkan dengan 2 metode diatas;
    • Setelah selesai dikelola, hasilnya dapat digunakan untuk memupuki tanaman;
    • Cara yang relatif murah untuk jumlah sampah yang besar akan tetapi dengan fluktuasi sampah yang kecil
  • Kekurangan
    • Memerlukan biaya investasi awal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 2 metode sebelumnya;
    • Memerlukan biaya operasional yang relatif tinggi, dan juga dapat menjadi lebih tinggi lagi apabila sampah yang diolah kapasitasnya lebih kecil dari kapasitas instalasi pembuatan kompos;
    • Bahan yang tidak dapat diolah menjadi pupuk kompos, terpaksa harus menjadi sampah lagi;
    • Dari poin ke-3 dapat disimpulkan bahwa tidak semua jenis sampah dapat dikelola;
    • Untuk kebutuhan jangka panjang, cara ini sangat tidak efektif karena pada masa yang akan datang, jumlah sampah yang tidak dapat diolah menjadi pupuk kompos menjadi lebih besar;
4. Pemanfaatan Ulang atau Daur Ulang (Recycling)
Cara ini digunakan agar membuat sampah yang ada menjadi memiliki nilai ekonomis setelah dikelola. Sampah yang biasanya dikelola dengan cara daur ulang adalah sampah-sampah anorganik. Kelebihan dan kekurangan pengelolaan sampah dengan cara daur ulang adalah sebagai berikut :
  • Kelebihan
    • Tidak membutuhkan lahan yang besar;
    • Bahan yang telah didaur ulang dapat digunakan lagi;
    • Metode ini memberikan kesempatan kerja bagi para pemulung.
  • Kekurangan
    • Memerlukan biaya investasi yang besar serta biaya operasional yang juga lumayan tinggi;
    • Pasokan sampah harus memiliki jumlah yang besar dan selalu konstan;
    • Tidak semua jenis sampah dapat di daur ulang;
    • Sampah yang tidak dapat di daur ulang terpaksa tetap menjadi sampah dan harus dikelola dengan cara yang lainnya atau dibuang;
    • Tidak cocok untuk kebutuhan jangka panjang, karena jumlah sampah yang tidak dapat di daur ulang akan bertambah banyak.
Dari beberapa cara pengelolaan sampah tersebut, perlu dipikirkan secara matang kelebihan dan kekurangannya sebelum diaplikasikan ke dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah, karena setiap cara pengelolaan sampah tergantung dari beberapa faktor yang dipertimbangkan, entah itu dari sisi biaya, ketersediaan lahan dan sebagainya. 
Dalam pengelolaan sampah, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi. Faktor - Faktor yang dapat mempengaruhi pengelolaan sampah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Distribusi serta kepadatan penduduk;
  • Rencana penggunaan lahan (land use);
  • Kebiasaan masyarakat setempat;
  • Karakteristik lingkungan fisik, sosial serta ekonomi;
  • Karakteristik dari sampah tersebut;
  • Kebijakan atau peraturan dari wilayah setempat;
  • Ketersediaan sarana seperti sarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan maupun sarana pembuangan;
  • Lokasi tempat pembuangan akhir;
  • Ketersediaan dana;
  • Rencana tata ruang wilayah setempat serta pengembangan kota;
  • Klimatologi.
Itulah beberapa catatan penting mengenai pengelolaan sampah yang perlu diketahui dalam perencanaan tata ruang.

PERBEDAAN DESA DENGAN KELURAHAN


A.    KELURAHAN
1.      Pengertian Kelurahan
Kelurahan merupakan wilayah gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW). Pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan merupakan unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Dalam menjalankan semua perencanaan pembangunan di kelurahan terdapat Dewan Kelurahan (Dekel). Dewan Kelurahan berfungsi sebagai pemberi masukan kepada lurah tentang rencana pembangunan di wilayahnya.
Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan